Ekosistem karbon biru merupakan ekosistem pesisir yang menyimpan karbon dalam jumlah besar dalam biomassa dan sedimennya. Ekosistem ini meliputi hutan bakau, padang lamun, dan rawa gambut laut (tidal salt marsh). Di Indonesia kita bisa menjumpai dua ekosistem karbon biru yaitu hutan bakau dan padang lamun. Garis pantai Indonesia sepanjang 99.083 km (kumparan, 23 juli 2023), memiliki potensi besar sebagai penyumbang ekosistem karbon biru dari hutan bakau dan padang lamun.
Bakau
Steenis (1978), pengertian hutan bakau adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. KLHK, 26 Juli 2020, luasan hutan bakau di Indonesia mencapai 20-25% dari ekosistem mangrove dunia, kurang lebih seluas 3.36 juta hektar. Hutan bakau diyakini mampu menyerap karbon, 3 sampai 5 kali lebih baik (tergantung kerapatan, besaran pohon, dan lain-lain) dibandingkan hutan tropis.
Hutan bakau juga berfungsi mencegah abrasi, meredam gelombang, pendukung pengidupan masyarakat pesisir dalam pemenuhan kebutuhan hidup (ikan dan kepiting) serta kegiatan ekowisata.
Lamun
Ekosistem karbon biru kedua yaitu ekosistem padang lamun, yang merupakan tipe ekosistem laut yang didominasi oleh tanaman lamun. Ekosistem padang lamun adalah ekosistem yang berisi tanaman lamun yang tumbuh di perairan dangkal sepanjang pantai, terutama di daerah pasang surut. Tumbuhan lamun merupakan jenis tumbuhan laut memiliki akar, rimpang, daun, bunga, dan buah seperti tumbuhan darat, tetapi dapat hidup terbenam di dalam air atau wilayah pasang surut (lcdi-indonesia, 1/02/2024).
Perairan Indonesia memiliki kekayaan keragaman lamun yang cukup besar, total 60 spesies lamun (12 genus) dunia, sebanyak 12 spesies (7 genus) bisa dijumpai di perairan kita (lcdi-indonesia, 1/02/2024). Luasan lamun di Indonesia mencapai 5-10% dari ekosistem lamun dunia, kurang lebih seluas 1,8 juta hektar. Ekosistem lamun mampu menyerap karbon 3-4 kali lebih tinggi dibanding ekosistem darat (KKP, 15/12/2023).
Ekosistem lamun, juga menopang resiliensi penghidupan masyarakat pesisir Indonesia. Masyarakat memanfaatkan lamun sebagai area pemenuhan asupan protein harian, dan bermetamorfosis menjadi kearifan lokal di beberapa kawasan pesisir Indonesia. Kearifan lokal pemanfaatan ekosistem lamun beberapa diantaranya yaitu manengkel dan manee di Sulawesi Utara, makan meeting dan deak batu di Nusa Tenggara Timur.
Melihat manfaat, keberadaan dan potensi ekosistem bakau maupun lamun yang berpotensi besar dalam menyumbang simpanan ekosistem karbon biru di Indonesia. Dari kedua ekosistem tersebut, ekosistem lamun masih minim perhatian meskipun mempunyai peran yang sama dalam penguatan aspek ekonomi dan pengurangan dampak degradasi kawasan pesisir. Pengembangan ekosistem lamun dalam mengurangi dampak perubahan iklim menjadi salah satu intervensi untuk ancaman bencana di wilayah pesisir serta sebagai penyimpan karbon biru yang efektif di dalam sedimennya.