WISDAM: Melacak Duyung dengan Drone dan AI

WISDAM: Melacak Duyung dengan Drone dan AI

Duyung (Dugong dugon), satu-satunya mamalia laut herbivora di Indonesia, saat ini menghadapi ancaman kepunahan. Spesies yang tergolong dalam ordo Sirenia ini masuk dalam kategori spesies rentan (Vulnerable/VU) dalam IUCN Red List dan dilindungi oleh Pemerintah Indonesia. Hingga saat ini informasi populasi duyung di Indonesia masih sangat terbatas, meskipun upaya pemantauan sudah banyak dilakukan. Salah satu tantangan dalam mempelajari duyung adalah perilakunya yang sulit diamati (Hodgson. A, 2004).

Sifat dugong yang soliter, pergerakan luas (cenderung bisa dijumpai ditempat yang sama, hingga 50 km dari pantai), dan kemampuan menyelam (kurang lebih 12 menit) membuat duyung sulit untuk dilacak (Kasuya et al., 1999; Marsh, 2002; Chong Seng dalam Marsh, 2002; Marsh & Saalfeld, 1989; Chilvers et al., 2004). Habitatnya yang bervariasi, dari perairan dangkal hingga perairan laut dalam serta ketiadaan sirip punggung semakin memperumit upaya deteksi visual (Heinsohn et al., 1977).

Meskipun berbagai upaya pemantauan telah dilakukan, data mengenai populasi dan distribusi duyung masih sangat terbatas. Penggunaan teknologi seperti drone dan kecerdasan buatan (AI) diharapkan dapat mengatasi tantangan ini. WISDAM, salah satu aplikasi dengan AI, dapat digunakan untuk mendeteksi satwa dari citra udara, berpotensi mempercepat analisis data dan meningkatkan akurasi spasial dalam pemantauan duyung.

Integrasi Drone dan AI: Inovasi dalam Upaya Monitoring Duyung

Berbagai metode telah digunakan untuk mempelajari dan memantau duyung, salah satunya yaitu pesawat tanpa awak (Unmanned aerial vehicle/UAV). Penggunaan UAV atau drone ini, telah berkembang pesat dalam satu dekade terakhir, terutama drone yang kini populer di kalangan peneliti dan praktisi dari sisi ketersediaannya yang luas, biaya yang terjangkau, serta kemudahan pengoperasiannya.

Teknologi ini menawarkan berbagai keuntungan, seperti meningkatkan persentasi deteksi satwa, pengurangan risiko terhadap manusia selama survei, dan keterjangkauan ke lokasi terpencil yang sulit diases. Namun, kendala seperti durasi terbang terbatas, regulasi penerbangan, variabilitas kondisi lingkungan dan dan investasi awal yang cukup besar, seperti pembelian drone dan sertifikasi pilot menjadi tantangan tersendiri.

Gambar 1. Pelaksanaan Aerial survei di Sulawesi Utara.

Selain itu, dari sisi analisis manual terhadap volume besar citra udara yang dihasilkan, membutuhkan waktu dan tenaga ahli yang signifikan. Sementara kualitas gambar yang diamati, sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik cahaya atau gelombang laut menjadi tantangan dalam pendeteksian mamalia ini.

Salah satu upaya untuk mengatasi tantangan ini, melalui teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI). AI memungkinkan untuk menganalisis citra udara secara otomatis, mendeteksi duyung atau megafauna lainnya dengan akurasi yang cukup tinggi, bahkan dalam kondisi gambar yang kurang ideal. AI tidak hanya mempercepat proses identifikasi dan penghitungan data, tetapi juga memungkinkan survei dilakukan dalam skala besar dengan efisiensi tinggi.

Peluncuran WISDAM

Desember 2024, Dr. Amanda Hodgson dari Edith Cowan University (ECU) bersama tim, merilis aplikasi WISDAM (Wildlife Imagery Survey – Detection and Mapping) yang dirancang untuk memudahkan digitasi dan pemetaan satwa melalui foto udara. Aplikasi ini mengoptimalkan proses pengamatan foto secara sistematis dengan menampilkan objek yang terdeteksi ke dalam koordinat, serta memberikan informasi seperti spesies, kelas usia, dan detail habitat.

WISDAM juga memungkinkan penggunanya menjalankan workflow AI untuk membantu pendeteksian satwa. Dikembangkan secara kolaboratif oleh pengembang perangkat lunak Martin Wieser, Dr. Christophe Cleguer dari Marine Megafauna Research Group di Centre for Tropical Water and Aquatic Ecosystem Research di James Cook University (JCU), Australia, Dr. Nat Kelly dari antarctica.gov.au, dan Dr. Frederic Maire dari Queensland University of Technology (QUT).

YAPEKA juga turut berperan aktif sebagai collaborator dalam uji coba dan pengembangan WISDAM sebelum dipublikasikan. Aplikasi ini sekarang telah tersedia secara gratis dan terbuka untuk digunakan oleh umum.

Pelajari lebih lanjut mengenai WISDAM : www.wisdamapp.org 

Penggunaan WISDAM oleh YAPEKA 

YAPEKA telah memanfaatkan teknologi WISDAM sejak 2023 untuk mengamati duyung di Sulawesi Utara. Melalui 28 penerbangan drone di lima desa, YAPEKA mengumpulkan 8.509 foto yang telah dianalisis secara manual dan menggunakan AI.

Meskipun hasil deteksi berbasis AI belum begitu akurat (keterbatasan jumlah sampel foto duyung), deteksi manual tetap menjadi langkah penting untuk membangun model AI yang presisi. Proses ini membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup besar, namun keberadaan WISDAM diharapkan mampu mempercepat analisis dengan memanfaatkan kemampuan AI untuk deteksi dan digitasi satwa secara otomatis serta lebih akurat.

Gambar2. Proses deteksi manual dan pengisian informasi perjumpaan duyung menggunakan WISDAM versi 3.12.0. 

WISDAM menawarkan harapan besar dalam konservasi biota laut. Hasil analisis UAV dengan WISDAM, berhasil medeteksi kemunculan dugong, penyu serta ikan pari selama pemantauan di wilayah perairan Sulawesi Utara. Dengan memanfaatkan AI, proses analisis data dapat dipercepat, memungkinkan pemantauan biodiversitas laut secara lebih efisien dan akurat secara spasial. Teknologi ini memiliki potensi besar untuk diaplikasikan di seluruh wilayah Indonesia, dalam upaya pemantauan biodiversitas laut lainnya seperti penyu, paus, lumba-lumba, pari, dan hiu. (Artikel oleh Bella Riskyta/YAPEKA)

Referensi:

  1. Chilvers, B. L., Delean, S., Gales, N. J., Holley, D. K., Lawler, I. R., Marsh, H., & Preen, A. R. (2004). Diving behaviour of dugongs (Dugong dugon). Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 304(2), 203–224. https://doi.org/10.1016/j.jembe.2003.12.010
  2. Heinsohn, G. E., Wake, J., Marsh, H., & Spain, A. V. (1977). The dugong (Dugong dugon (Müller)) in the seagrass system. Aquaculture, 12(3), 235–248. https://doi.org/10.1016/0044-8486(77)90064-3
  3. Hodgson, A. J. (2004). Dugong behaviour and responses to human influences. Townsville, Australia: James Cook University.
  4. Kasuya, T., Shirakihara, M., Yoshida, H., Ogawa, H., Yokochi, H., Uchida, S., & Shirakihara, K. (1999). Japanese dugongs, their current status and conservation measures required. Report of 1998 dugong survey. In 8th Report of Pro-Natura Fund. Japanese Association Protection of Nature. Tokyo, 55–63. [In Japanese with English summary].
  5. Leung, F., Blair, D., Chalmers, R., Hines, E., McKenzie, L., Ouk, V., Ponnampalam, L., Tun, T., Vu, L., & Marsh, H. (2024). Continental Southeast Asia. In Marsh, H., Blair, D., McKenzie, L., & Schramm, L. (Eds.), A global assessment of dugong status and conservation needs (Chapter 6). Bonn: United Nations Environment Programme.
  6. Marsh, H. (2002). Dugong: Status report and action plans for countries and territories. United Nations Environment Programme. Retrieved from https://portals.iucn.org/library/node/8013
  7. Marsh, H., & Saalfeld, W. (1989). Distribution and abundance of dugongs in the northern Great Barrier Reef Marine Park. Wildlife Research, 16(4), 429–440. https://doi.org/10.1071/WR9890429
  8. Seng, C. C. (2002). In Marsh, H. Dugong: Status report and action plans for countries and territories. United Nations Environment Programme. Retrieved from https://portals.iucn.org/library/node/8013
YAPEKA

YAPEKA

YAPEKA is a non-profit organization engaged in Community Empowerment and Nature Conservation.

About Us

YAPEKA
YAPEKA

YAPEKA is a non-profit organization engaged in Community Empowerment and Nature Conservation.

Contact Us

We are very open to suggestions, advice, and critiques. If you have any further questions, please feel free to ask.