Pulau Bawean yang di kelilingi hamparan laut memiliki potensi perikanan yang luar biasa, berawal dari hasil tangkapan ikan laut yang melimpah, menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat pulau Bawean, mengawetkan ikan hasil tangkapannya dengan menjadikannya pindang untuk menambah waktu penyimpanan lebih lama, sedikit cerita tentang produksi pindang “cara Bawean”.
Dari beragam narasumber, ikan yang digunakan khas orang lokal menyebutnya “binggul” mirip tongkol tapi berukuran lebih kecil, serta ikan Layang. Dari referensi yang didapatkan pengolahan ikan pindang di Bawean telah menjadi karakteristik tersendiri, dengan sebutan “Cara Bawean”

Proses pengolahan dimulai dari teras rumah produksi, bertempat di pesisir dengan konstruksi sederhana beratap rumbia dan beralas tanah, dengan dinding menggunakan gedek (anyaman bambu), yang dipasang renggang untuk sirkulasi udara.
Cara memprosesnya mudah dan sederhana, yaitu :



Saat proses pemanasan atau pembakaran kendil di periuk berbahan tanah liat, biasanya dalam satu hamparan tungku bisa memuat 76 – 90 kendil, dengan proses pemanasan 20 – 40 menit, tergantung kondisi bahan bakarnya.
Ikan pindang cara Bawean ini bisa awet hingga 2 – 3 bulan, saat ini pemasarannya disekitaran kota pantai utara Jawa Timur, Jawa Tengah hingga Jawa Barat. Produk ikan pindang kendil ini tergantung musim, seperti saat musim ikan Binggul, dalam istilah lokal disebut musim kateghe, umumnya berlangsung pada bulan kemarau. Setelah itu masuk musim nembherak, musim jarang ikan. Saat itu akan sering terjadi angin, hujan, dan ombak besar, sehingga nelayan tidak melaut.