Bertepatan 29 Juli 2022 sebagai Hari Harimau Sedunia
Sejak masa transisi abad ke 19 menuju abad ke 20, Sumatera mulai dipandang sebagai tanah harapan baru, sejak perang Jawa usai, pemerintah kolonial melirik potensi sumber daya Bumi Andalas. Pemerintah kolonial didorong motif ekonomi secara bertahap membuka perkebunan untuk komoditas ekspor serta Pertambangan.
Bentang alam SM. Bukit Rimbang Baling, dengan segala sumber potensi sumber daya alam yang ada, adanya kantong habitat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tidak sedikit desa – desa yang berada di kawasan konservasi negara. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri, bagaimana menyeimbangkan upaya konservasi dan pembangunan desa.
Dalam rencana pembangunan desa, masyarakat disertakan untuk mengoptimalkan beragam potensi lingkungannya, masyarakat desa juga diberikan pemahaman bagaimana memperlakukan lingkungannya untuk berinteraksi dengan satwa liar dengan tetap menguatkan kearifan lokal daerah setempat.
Pepatah Adat Kampar Kiri, tentang masyarakat adat yang bergantung pada alam sekitar:
Kalau Terbang mau Mencengkram
Kuku Panjang tak Berguna
Walaupun kita Memegang Tumpuk Alam,
Kata Mufakat yang berkuasa
Raja Adil yang disembah
Raja tak Adil Raja Disanggah
Dengan saling membuka diri akan memberikan peluang bagi sinergi para pihak di tingkat tapak, masyarakat dapat berperan dalam mengurangi tekanan didalam kawasan yang menjadi habitat harimau, tentunya dengan pelibatan pemerintah oleh BBKSDA Riau serta Pemda setempat