
Kampung Adat Namata berada di Kecamatan Sabu Barat, tepatnya Desa Raeloro. Wisatawan bisa berkendara selama 20 menit, sekitar 4 Km dari Seba, ibu kota Kabupaten Sabu Raijua. Di kampung adat ini, suasana tradisional dan etnik sangat terasa. Rumah Adat Khas NTT mengelilingi jajaran batu Megalitik yang masih terawat dengan baik. Wisatawan bisa mendengarkan cerita pemandu wisata lokal mengenai sejarah kampung ini dan 14 batu Megalitik berbentuk bundar dengan sebutan dan fungsinya masing – masing.
Kampung Adat Namata merupakan salah satu destinasi wisata yang berada di perbatasan Negara, masyarakatnya masih memegang teguh adat dan kepercayaan Djingitiu atau kepercayaan memujja dewa-dewa para leluhur. Bahkan ada satu batu yang tidak boleh di pegang, difoto maupun diduduki oleh siapapun.
Batu itu bernama Batu Rue, merupakan batu khusus untuk ritual orang mati akibat kecelakaan, terbakar, jatuh dari pohon dan bunuh diri
Terdapat pula batu yang hanya dapat diduduki oleh keluarga tertentu, batu tempat ritual Deorai (pemuka agama Djingitiu), serta batu tempat sembahyang. Dikampung Adat Namata juga bias melihat arena sabung ayam (Peu Manu). Letaknya berada di tengah – tengah Kampung Adat Namata tepatnya disamping Batu Rue, Peu Manu biasanya dilaksanakan pada bulan Januari, Maret dan April atau Januari, April dan Mei.

Benteng Hurati terletak di Desa Keduru, Kecamatan Sabu Timur, 2.5 jam dengan jarak 35 km berkendara dari Kota Seba. Benteng Hurati memiliki cerita mistis dan sejarah sejak jaman dulu. Menurut kepercayaan masyarakat Sabu, Benteng Hurati dibangun oleh makhluk laut yang disebut Me. Me mendapatkan tugas untuk membangun tujuh lapis benteng yang mengeliling desa sebelum matahari terbit. Sayangnya, misi ini gagal karena hanya berhasil membangun enam lapis dinding batu sebagai benteng. Benteng Hurati juga menjadi tempat pelaksanaan ritual adat Kelila Jilai (Pehere Jara Kelila) yang merupakan ritual dimulainya musim tanam dan bertujuan untuk mengusir hama penyakit tanaman. Ritual Kelila Jilai sendiri ditentukan berdasarkan kalender masyarakat Sabu dan biasanya jatuh pada bulan Fabruari – Maret.
Benteng Hurati telah ditetapkan sebagai sebagai situs sejarah nasional dan berdiri sejak pertengahan abad ke – 17. Adapun kompleks situs yang teridentifikasi yaitu:
- 1 buah rumah adat Hurati
- 2 buah kuburan leluhur di Hurati
- 2 buah patung kepala kuda di Hurati
- 15 buah meja batu di Hurati
- 1 buah meriam
- Benteng Hurati atau tembok keliling kampong adat Hurati
Batas asli, dari situs yang ditandai dengan persebaran unsur – unsur bangunan terkait dengan kontekstual bila masih ditemukan, atau Geotopografi, batas situs yang ditandai dengan keadaan lingkungan alam seperti lereng, sungai, jalan dan sebagainya.
Komplek Megalitik Rae Nalai terletak di Desa Keduru, Kecamatan Sabu Timur. Yang berjarak kurang lebih 15 km dari Seba, ibu kota Kab. Sabu Rajiua. Di objek wisata ini, wisatawan bisa menemukan deretan batu megalitik yang menjadi tempat duduk para Kepala Suku di Sabu Timur. Di kampung adat ini, sudah lama ditinggal penduduknya, tidak ada lagi bangunan rumah, dan batu tempat menyelenggrakan upacara baptis yang polanya membentuk lingkaran, Komplek ini menjadi bukti peradaban suku – suku di Sabu pada jaman dahulu.
Situs Kampung Adat dan megalitik Kujiratu terletak di Desa Kujiratu, 15 km dari Seba, ibu kota Kabupaten Sabu Raijua. Pada situs sejarah ini, wisatawan bisa menikmati suasana perkampungan Sabu pada jaman dahulu. Wisatawan juga bisa menemukan Mesbah atau batu untuk menggelar ritual adat yang masih rutin dilakukan sampai sekarang. Peninggalan lain di kampung adat ini diantaranya batu megalitik, Meriam, tombak, pedang dan gong raksasa. Kampung Adat Kujiratu telah menjadi situs sejarah nasional sejak tahun 1988.
Dalam mempertahankan tradisi, ada aturan yang tidak memperkenankan dibangun rumah tembok atau bangunan model baru kecuali kamar mandi, komplek perumahan ini berupa rumah panggung dari kayu dengn atap daun lontar dengan berpagar batu bersusun yang mengelilingi komplek.

Situs Kampung Adat dan megalitik Kujiratu terletak di Desa Kujiratu, 15 km dari Seba, ibu kota Kabupaten Sabu Raijua. Pada situs sejarah ini, wisatawan bisa menikmati suasana perkampungan Sabu pada jaman dahulu. Wisatawan juga bisa menemukan Mesbah atau batu untuk menggelar ritual adat yang masih rutin dilakukan sampai sekarang. Peninggalan lain di kampung adat ini diantaranya batu megalitik, Meriam, tombak, pedang dan gong raksasa. Kampung Adat Kujiratu telah menjadi situs sejarah nasional sejak tahun 1988.
Dalam mempertahankan tradisi, ada aturan yang tidak memperkenankan dibangun rumah tembok atau bangunan model baru kecuali kamar mandi, komplek perumahan ini berupa rumah panggung dari kayu dengn atap daun lontar dengan berpagar batu bersusun yang mengelilingi komplek.
Bagi wisatawan yang berkunjung di bulan Februari atau Maret, anda mungkin beruntung bisa menyaksikan ritual adat Pehere Jara Kelila/ Naiki Kebui dan rangkaian ritual adat lainnya untuk menyambut musim tanam.

Situs Dara Rae Ba terletak di Desa Bodae, Kecamatan Sabu Timur. Dengan Jarak dari kota Sabu sekitar 21 Km, Di kampung ini, wisatawan bisa menemukan rumah adat, balai pertemuan, makam zaman Belanda, Meriam, tombak, keris dan perlengkapan perang lainnya yang masih terawat dengan baik. Situs Rae Ba merupakan peninggalan raja terakhir Hawu Dimu. Seperti situs lainnya di Kabupaten Sabu Raijua, situs ini masih seringdigunakan sebagai lokasi pelaksanaan ritual adat misalnya ritual Gape Due. Ritual ini dilakukan sekitar bulan Juli – Agustus untuk memulai sadap lontar pada musim kemarau

Istana Teni Hawu terletak di Kota Seba, Ibu Kota Kabupaten Sabu Raijua. Istana ini dibangun pada masa kolonial Belanda dan menjadi pusat pemerintahan Seba sekitar tahun 1875. Pada masa itu, pemerintahan Seba dipimpin oleh Raja Samuel Djawa. Istana Teni Hawu berada pada ketinggian 15 meter mdpl. Morfologi bangunan berupa dataran dengan kemiringan lereng 0-2 derajat, permukaan tempat pembangunan istana tersusun dari gamping koral yang berumur Pleistosen. Di dalam istana terdapat 2 bangunan berupa sebuah rumah adat dan bangunan dengan gaya arsitektur Belanda. Bentuk bangunan termasuk rumah panggung, bahan bangunan pembuatannya dari kayu dengan atap dari daun lontar, sementara rumah Belanda dibangun dengan menggunakan bahan bangunan dari campuran kulit Kerbau yang dimasak, sejenis tanaman tali putri dan minuman tuak.
Hingga saat ini, bangunan istana masih terawat dengan baik dan wisatawan bisa menikmati berbagai benda peninggalan sejarah, dokumen, peralatan dan Meriam